A. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.
BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.
B. Saat Pembayaran BPHTB
BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini :
a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT atau Notaris.
b. Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.
c. Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.
Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.
C. Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
a. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
b. Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.
c. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.
d. Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).
D. Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat SSB.
Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.
SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB / KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.
SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.
E. Sanksi Tidak Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan.
2 komentar:
saya ada sebuah kasus. ada sebidang tanah milik non muslim yg dijual. warga memberikan kuasa kepada saya utk melakukan pembelian tanah tersebut, yg selanjutnya akan digunakan sbg tempat ibadah. bisa dibilang kami bersama2 membelinya utk kemudian diwakafkan.
saat transaksi, notaris membuat perikatan jual beli (belum akte jual beli). penjual memaksa pajaknya SSP dibayarkan. dan akhirnya notaris pun membayarkan SSP nya.
apakah dg kondisi tsb saya sbg pembeli kena beban bayar BPHTB? ini terkait dg SSP sudah dibayarkan. namun peruntukan tanah ini adalah utk fasos/fasum tempat ibadah.
kami sangat menunggu jawaban anda. terima kasih.
sebelumnya saya mohon maaf baru bisa membalas sekarang. melihat kasus anda saya berpendapat begini :
mengenai BPHTB itu tergantung dari nilai NJOP bapak dan tergantung dari wilayah bapak/Ibu dimana karena untuk nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak masing-masing daerah berbeda.
misalnya untuk daerah Jakrta NJOP TKP nya adalah Rp. 60.000.000.-
mengenai BPHTB jika memang kena pajak harus dibayar. jika anda ingin mewakafkan maka ada dua proses yang akan terjadi
1.- Jual Beli dan Balik Nama Sertipikat dari Yang Warga Non Muslim Ke Anda yang mana AJB nya dilakukan di PPAT setelah itu kaetika anda ingin mewakafkan maka dilakukan Pejabat Pembuat Akta Wakaf (PPAW) di KAntor Urusan Agama.
mengenai Perikatan Jual beli dilakukan karena anda belum bisa membayar Pajak BPHTB sehingga Akta Jual Beli belum bisa di lakukan.
maksud notaris membuat Perikatan Jual Beli adalah untuk mengikat anda dan si penjual agar penjual tidak mengalihkan keorang lain.
saya rasa demikian untuk lebih jelasnya saya kira anda tolong tuliskan NJOP dan wilayah anda Insya Allah saya akan menghitungnya.
Terima kasih atas perhatian anda semog apa yang saya sampaikan dapat membantu anda atau bisa menjadi solusi bagi anda.
terimakasih
wiren
Posting Komentar
TERIMAKASIH